#ASPEK HUKUM EKONOMI (TUGAS 2)
ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
(TUGAS 2)
PENGERTIAN HUKUM
PERDATA
A. ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM PERDATA
Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof.
Djojodiguno sebagai teremahan dari burgerlijkrecht pada masa penduduka jepang.
Di samping istilah itu, sinonim hukum perdata adalah civielrecht dan
privatrecht.
Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut.
Van Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah:
“suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat
ecensial bagi kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan
perikatan. Sedangkan hukum public memberikan jaminan yang minimal bagi
kehidupan pribadi”
Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata
adalah:
“aturan-aturan atau
norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan
perlindungan pada kepentingan prseorangan dalam perbandingan yang tepat antara
kepentingan yang satu dengna kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu
masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu
lintas”
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum
perdata yang dipaparkan para ahli di atas, kajian utamnya pada pengaturan
tentang perlindungan antara orang yang satu degan orang lain, akan tetapi di
dalam ilmu hukum subyek hukum bukan hanya orang tetapi badan hukum juga
termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih sempurna yaitu
keseluruhan kaidah-kaidah hukum(baik tertulis maupun tidak tertulis) yang
mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam hubungan
kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.
Di dalam hukum perdata terdapat 2 kaidah, yaitu:
1. Kaidah
tertulis
Kaidah hukum perdata tertulis adalah kaidah-kaidah hukum
perdata yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan
yurisprudensi.
2. Kaidah tidak
tertulis
Kaidah hukum perdata tidak tertulis adalah kaidah-kaidah
hukum perdata yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam praktek kehidupan
masyarakat (kebiasaan)
Subjek hukum dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
1. Manusia
Manusia sama dengan orang karena manusia mempunyai hak-hak
subjektif dan kewenangan hukum.
2. Badan hukum
Badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang mempunyai
tujuan tertentu, harta kekayaan, serta hak dan kewajiban.
Subtansi yang diatur dalam hukum perdata antara lain:
1. Hubungan
keluarga
Dalam hubungan keluarga akan menimbulkan hukum tentang orang
dan hukum keluarga.
2. Pergaulan
masyarakat
Dalam hubungan pergaulan masyarakat akan menimbulakan hukum
harta kekayaan, hukum perikatan, dan hukum waris.
Dari
berbagai paparan tentang hukum perdata di atas, dapat di temukan unsur-unsurnya
yaitu:
1. Adanya kaidah
hukum
2. Mengatur
hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain.
3. Bidang hukum yang diatur dalam hukum perdata
meliputi hukum orang, hukum keluarga, hukum benda, hukum waris, hukum
perikatan, serta hukum pembuktia dan kadaluarsa.[1]
B. HUKUM PERDATA MATERIIL DI INDONESIA
Hukum perdata yang berlaku di Indonesi beranekaragam,
artinya bahwa hukum perdata yang berlaku itu terdiri dari berbagai macam
ketentuan hukum,di mana setiap penduduk itu tunduk pada hukumya sendiri, ada
yang tunduk dengan hukum adat, hukum islam , dan hukum perdata barat. Adapun
penyebab adanya pluralism hukum di Indonesia ini adalah
1. Politik
Hindia Belanda
Pada pemerintahan Hindia Belanda penduduknya di bagi menjadi
3 golongan:
a. Golongan
Eropa dan dipersamakan dengan itu
b. Golongan timur
asing. Timur asing dibagi menjadi Timur Asing Tionghoa dan bukan Tionghoa,
Seperti Arab, Pakistan. Di berlakukan hukum perdata Eropa, sedangkan yang bukan
Tionghoa di berlakukan hukum adat.
c.
Bumiputra,yaitu orang Indonesia asli. Diberlakukan hukum adat.
Konsekuensi logis dari pembagian golongan di atas ialah
timbulnya perbedaan system hukum yang diberlakukan kepada mereka.
2. Belum adanya
ketentuan hukum perdata yang berlaku secara nasional.
C. SUMBER HUKUM PERDATA TERTULIS
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam:
1. Sumber hukum
materiil
Sumber hukum materiil adalah tempat dari mana materi hukum
itu diambil. Misalnya hubungan social,kekuatan politik, hasil penelitian
ilmiah, perkembangan internasional, dan keadaan georafis.
2. Sumber hukum
formal
Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh kekuatan
hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum
formal itu berlaku.
Volamar membagi
sumber hukum perdata menjadi empat mecam. Yaitu KUHperdata ,traktat, yaurisprudensi,
dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut dibagi lagi menjadi dua macam,
yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis. Yang di maksud dengan
sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum
perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah hukum perdata
tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undanang, traktat, dan
yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat ditemukannya
kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat
dalam hukum kebiasaan.
Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:
1. AB (algemene
bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia Belanda
2. KUHPerdata
(BW)
3. KUH dagang
4. UU No 1 Tahun
1974
5. UU No 5 Tahun
1960 Tentang Agraria.
Yang dimaksud dengan traktat adalah suatu perjanjian yang
dibuat antara dua Negara atau lebih dalam bidang keperdataan. Trutama erat
kaitannya dengan perjanjian internasioanl. Contohnya, perjanjian bagi hasil yang
dibuat antara pemerintah Indonesia denang PT Freeport Indonesia.
Yurisprudensi atau putusan pengadilan meruapakan produk
yudikatif, yang berisi kaidah atau peraturan hukum yang mengikat pidahk-pihak
yang berperkara terutama dalam perkara perdata. Contohnya H.R 1919 tentang
pengertian perbuatan melawan hukum . dengna adanya putsan tersebut maka
pengertian melawan hukum tidak menganut arti luas. Tetapi sempit. Putusan
tersebut di jadikan pedoman oleh para hakim di Indonesia dalam memutskan
sengketa perbutan melawan hukum.
PENGERTIAN
HUKUM PIDANA
Hukum Pidana, sebagai salah satu bagian independen dari
Hukum Publik merupakan salah satu instrumen hukum yang sangat urgen
eksistensinya sejak zaman dahulu. Hukum ini ditilik sangat penting
eksistensinya dalam menjamin keamanan masyarakat dari ancaman tindak pidana,
menjaga stabilitas negara dan (bahkan) merupakan “lembaga moral” yang berperan
merehabilitasi para pelaku pidana. Hukum ini terus berkembang sesuai dengan
tuntutan tindak pidana yang ada di setiap masanya.
A. Definisi Hukum
Pidana
Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan
yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa
yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam
Undang-Undang Pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan lain sebagainya.
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang
dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya. Perbuatan yang dilarang dalam
hukum pidana adalah:
• Pembunuhan
• Pencurian
• Penipuan
• Perampokan
• Penganiayaan
• Pemerkosaan
• Korupsi
Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-Najar dalam diktat
“Pengantar Ilmu Hukum”-nya mengetengahkan defenisi Hukum Pidana sebagai
“Kumpulan kaidah-kaidah Hukum yang menentukan perbuatan-perbuatan pidana yang
dilarang oleh Undang-Undang, hukuman-hukuman bagi yang melakukannya, prosedur
yang harus dilalui oleh terdakwa dan pengadilannya, serta hukuman yang ditetapkan
atas terdakwa.”
Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
• Menetukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh
dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa
pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
• Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang
telah melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
• Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu
dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan
tersebut.
Menurut Sudarto, pengertian Pidana sendiri ialah nestapa
yang diberikan oleh Negara kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan Undang-undang (hukum pidana), sengaja agar dirasakan
sebagai nestapa.
B. Tujuan Hukum
Pidana
Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah :
• Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan
yang tidak baik.
• Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan
tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkunganya
Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna
pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat di samping
pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik. Jadi Hukum Pidana,
ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia
dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum. Tetapi kalau di dalam kehidupan
ini masih ada manusia yang melakukan perbuatan tidak baik yang kadang-kadang
merusak lingkungan hidup manusia lain, sebenarnya sebagai akibat dari moralitas
individu itu. Dan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu perbuatan yang
tidak baik itu(sebagai pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana), maka
dipelajari oleh “kriminologi”.
Di dalam kriminologi itulah akan diteliti mengapa sampai
seseorang melakukan suatu tindakan tertentu yang tidak sesuai dengan kebutuhan
hidup sosial. Di samping itu juga ada ilmu lain yang membantu hukum pidana,
yaitu ilmu Psikologi. Jadi, kriminologi sebagai salah satu ilmu yang membantu
hukum pidana bertugas mempelajari sebab-sebab seseorang melakukan perbuatan
pidana, apa motivasinya, bagaimana akibatnya dan tindakan apa yang dapat
dilakukan untuk meniadakan perbuatan itu.
C. Klasifikasi Hukum
Pidana
Secara substansial atau Ius Poenalle ini merupakan hukum
pidana
Dalam arti obyektif yaitu “sejumlah peraturan yang
mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan dimana terhadap
pelanggarnya diancam dengan hukuman”. Hukum Pidana terbagi menjadi dua cabang
utama, yaitu:
• Hukum Materil ialah cabang Hukum Pidana yang menentukan
perbuatan-perbuatan kriminal yang dilarang oleh Undang-Undang, dan
hukuman-hukuman yang ditetapkan bagi yang melakukannya. Cabang yang merupakan
bagian dari Hukum Publik ini mepunyai keterkaitan dengan cabang Ilmu Hukum
Pidana lainnya, seperti Hukum Acara Pidana, Ilmu Kriminologi dan lain
sebagainya.
• Hukum Formil (Hukum Acara Pidana) Untuk tegaknya hukum
materiil diperlukan hukum acara. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur
bagaimana cara agar hukum (materil) itu terwujud atau dapat
diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang memenuhi perbuatannya. Tanpa hukum
acara maka tidak ada manfaat hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum
pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum perdata maka ada hukum acara
perdata. Hukum acara ini harus dikuasai para praktisi hukum, polisi, jaksa,
pengacara, hakim.
Dr. Mansur Sa’id Isma’il dalam diktat “Hukum Acara
Pidana”-nya memaparkan defenisi Hukum Acara Pidana sebagai ”kumpulan
kaidah-kaidah yang mengatur dakwa pidana—mulai dari prosedur pelaksanaannya
sejak waktu terjadinya pidana sampai penetapan hukum atasnya, hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan hukum yang tumbuh dari prosedur
tersebut—baik yang berkaitan dengan dugaan pidana maupun dugaan perdata yang
merupakan dakwa turunan dari dakwa pidana, dan juga pelaksanaan
peradilannnya.”. Dari sini, jelas bahwa substansi Hukum Acara Pidana meliputi:
• Dakwa Pidana, sejak waktu terjadinya tindak pidana sampai
berakhirnya hukum atasnya dengan beragam tingkatannya.
• Dakwa Perdata, yang sering terjadi akibat dari tindak
pidana dan yang diangkat sebagai dakwa turunan dari dakwa pidana.
• Pelaksanaan Peradilan, yang meniscayakan campur-tangan
pengadilan.
Dan atas dasar ini, Hukum Acara Pidana, sesuai dengan
kepentingan-kepentingan yang merupakan tujuan pelaksanaannya, dikategorikan
sebagai cabang dari Hukum Publik, karena sifat global sebagian besar dakwa
pidana yang diaturnya dan karena terkait dengan kepentingan Negara dalam
menjamin efisiensi Hukum Kriminal. Oleh sebab itu, Undang-Undang Hukum Acara
ditujukan untuk permasalahan-permasalahan yang relatif rumit dan kompleks, karena
harus menjamin keselarasan antara hak masyarakat dalam menghukum pelaku pidana,
dan hak pelaku pidana tersebut atas jaminan kebebasannya dan nama baiknya, dan
jika memungkinkan juga, berikut pembelaan atasnya. Untuk mewujudkan tujuan ini,
para ahli telah bersepakat bahwa Hukum Acara Pidana harus benar-benar menjamin
kedua belah pihak—pelaku pidana dan korban.
Hukum Pidana dalam arti Dalam arti Subyektif, yang disebut
juga “Ius Puniendi”, yaitu “sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk
menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang”.
D. Ruang Lingkup
Hukum Pidana
Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut
dengan peristiwa pidana atau delik ataupun tindak pidana. Menurut Simons
peristiwa pidana ialah perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana
dan dilakukan seseorang yang mampu bertanggung jawab. Jadi unsur-unsur
peristiwa pidana, yaitu:.
• Sikap tindak atau perikelakuan manusia
. Melanggar hukum, kecuali bila ada dasar pembenaran;
Didasarkan pada kesalahan, kecuali bila ada dasar penghapusan kesalahan.
Sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi adalah
- Perilaku manusia ; Bila seekor singa membunuh seorang anak
maka singa tidak dapat dihukum
- Terjadi dalam suatu keadaan, dimana sikap tindak tersebut
melanggar hukum,
misalnya anak yang bermain bola menyebabkan pecahnya kaca
rumah orang.
- Pelaku harus mengetahui atau sepantasnya mengetahui
tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum; Dengan pecahnya kaca jendela
rumah orang tersebut tentu diketahui oleh yang melakukannya bahwa akan
menimbulkan kerugian orang lain.
- Tidak ada penyimpangan kejiwaan yang mempengaruhi sikap
tindak tersebut.Orang yang memecahkan kaca tersebut adalah orang yang sehat dan
bukan orang yang cacat mental.
Dilihat dari perumusannya, maka peristiwa pidana/delik dapat
dibedakan dalam :
• Delik formil, tekanan perumusan delik ini ialah sikap
tindak atau perikelakuan yang dilarang tanpa merumuskan akibatnya.
• Delik materiil, tekanan perumusan delik ini adalah akibat
dari suatu sikap tindak atau perikelakuan.
Misalnya pasal 359 KUHP :
Dalam Hukum Pidana ada suatu adagium yang berbunyi : “Nullum
delictum nulla poena sine praevia lege poenali”, artinya tidak ada suatu
perbuatan dapat dihukum tanpa ada peraturan yang mengatur perbuatan tersebut
sebelumnya. Ketentuan inilah yang disebut sebagai asas legalitas .
Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan
tindak pidana sesuai asas ruang lingkup berlakunya kitab undang-undang hukum
pidana. Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum pidana, ialah
1. Asas Teritorialitas (teritorialitets beginsel)
2. Asas nasionalitas aktif (actief nationaliteitsbeginsel)
3. Asas Nasionalitas Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel)
E. Sistem Hukuman
Sistem hukuman yang dicantumkan dalam pasal 10 tentang
pidana pokok dan tambahan, menyatakan bahwa hukuman yang dapat dikenakan kepada
seseorang pelaku tindak pidana terdiri dari :
a. Hukuman Pokok (hoofd straffen ).
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
b. Hukuman Tambahan (Bijkomende staffen)
1. Pencabutan beberapa hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim.
PENGERTIAN
HUKUM PERJANJIAN
Perjanjian adalah
suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu
orang lain atau lebih.Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum,
karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak,
padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal
balik dikedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing.
Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan
dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.
Menurut Pasal
1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 syarat agar dapat memiliki kekuatan
hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya. Hal tersebut adalah:
1. Sepakat mereka
yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian,
yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan
mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh
disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan.
Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu
pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan
untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia
secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya.
Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu
perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan.
3. Mengenai suatu
hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu
yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi
perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas.
Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada,
sehingga tidak mengira-ngira.
4. Suatu sebab
yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta
perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi,
dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai
orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat
ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga
dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi
perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal
demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu
perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat
dijalankan.
Asas-asas perjanjian
Asas-asas
perjanjian diatur dalam KUHPerdata, yang sedikitnya terdapat 5 asas yang perlu
mendapat perhatian dalam membuat perjanjian: asas kebebasan berkontrak (freedom
of contract), asas konsensualisme (concsensualism), asas kepastian hukum (pacta
sunt servanda), asas itikad baik (good faith) dan asas kepribadian
(personality).
1. Asas Kebebasan
Berkontrak (freedom of contract)
Setiap orang dapat secara bebas membuat perjanjian selama
memenuhi syarat sahnya perjanjian dan tidak melanggar hukum, kesusilaan, serta
ketertiban umum. Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, “Semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
“Semua perjanjian…” berarti perjanjian apapun, diantara siapapun. Tapi
kebebasan itu tetap ada batasnya, yaitu selama kebebasan itu tetap berada di
dalam batas-batas persyaratannya, serta tidak melanggar hukum (undang-undang),
kesusilaan (pornografi, pornoaksi) dan ketertiban umum (misalnya perjanjian
membuat provokasi kerusuhan).
2. Asas Kepastian
Hukum (Pacta Sunt Servanda)
Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya
salah satu pihak ingkar janji (wanprestasi), maka hakim dengan keputusannya
dapat memaksa agar pihak yang melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai perjanjian – bahkan hakim dapat memerintahkan pihak yang lain membayar
ganti rugi. Putusan pengadilan itu merupakan jaminan bahwa hak dan kewajiban
para pihak dalam perjanjian memiliki kepastian hukum – secara pasti memiliki
perlindungan hukum.
3. Asas
Konsensualisme (concensualism)
Asas konsensualisme berarti kesepakatan (consensus), yaitu
pada dasarnya perjanjian sudah lahir sejak detik tercapainya kata sepakat.
Perjanjian telah mengikat begitu kata sepakat dinyatakan dan diucapkan,
sehingga sebenarnya tidak perlu lagi formalitas tertentu. Pengecualian terhadap
prinsip ini adalah dalam hal undang-undang memberikan syarat formalitas
tertentu terhadap suatu perjanjian, misalkan syarat harus tertulis – contoh,
jual beli tanah merupakan kesepakatan yang harus dibuat secara tertulis dengan
akta otentik Notaris.
4. Asas Itikad Baik
(good faith/tegoeder trouw)
Itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam membuat
dan melaksanakan perjanjian harus jujur, terbuka, dan saling percaya. Keadaan
batin para pihak itu tidak boleh dicemari oleh maksud-maksud untuk melakukan
tipu daya atau menutup-nutupi keadaan sebenarnya.
5. Asas Kepribadian
(personality)
Asas kepribadian berarti isi perjanjian hanya mengikat para
pihak secara personal – tidak mengikat pihak-pihak lain yang tidak memberikan
kesepakatannya. Seseorang hanya dapat mewakili dirinya sendiri dan tidak dapat
mewakili orang lain dalam membuat perjanjian. Perjanjian yang dibuat oleh para
pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.
Berakhirnya perjanjian:
1. Sesuai dengan
ketentuan perjanjian itu sendiri
2. Atas
persetujuan kemudian yang dituangkan dalam perjanjiantersendiri.
3. Akibat
peristiwa-peristiwa tertentu yaitu tidak dilaksanakannya perjanjian, perubahan
kendaraan yang bersifat mendasar pada negara anggota, timbulnya norma hukum
internasional yang baru, perang.
PENGERTIAN
HUKUM DAGANG
Pengertian Hukum Dagang Lengkap Definisi Menurut Para Ahli
Internasional - Hukum Dagang adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum
perikatan, karena hukum perikatan adalah hukum yang terdapat dalam masyarakat
umum maupun dalam perdagangan.
Pengertian Hukum
Dagang
Hukum dagang merupakan hukum perikatan yang timbul khusus
dari lapangan perusahaan.
Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur
hubungan orang yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan.
Hukum Dagang adalah ketentuan-ketentuan sebagian besar
pengaturannya terdapat pada kodifikasi kitab undang-undang hukum dagang.
Hukum dagang yaitu hukum perikatan yang timbul spesial dari
lapangan perusahaan.
Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur
hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan.
Beberapa pendapat
sarjana membicarakan hubungan KUHperdata dan KUHdagang antara lain :
Van Kan
beranggapan bahwa hukum dagang adalah suatu tambahan hukum perdata yaitu suatu
tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus,. KUHper memuat hukum perdata dalam
arti sempit sedangkan KHUD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum
perdata dalam arti sempit.
Van Apeldoorn
menganggap hukum dagang suatu bagian istimewa dari lapangan hukum perikatan
yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHperdata.
Sukardono
menyatakan bahwa pasal 1 KUHD memilihara kesatuan antara hukum perdata umum dan
hukum perdata Dagang sekedar KUHD tidak khusus menyimpang dari KUHPerdata.
Tirtamijaya
menyatakan bahwa hukum dagang adalah suatu hukum perdata yang istimewa.
Soebekti, terdapatnya
KUHD disamping KHUPer sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya oleh karena
itu sebenarnya hukum dagang tidak lain dari pada hukum perdat dan perkataan
dagang bukan suatru pengertian ekonomi.
Hukum Dagang di
Indonesia bersumber pada:
1. Hukum tertulis yang sudah di kodifikasikan
KUHD (kitab undang-undang hukum dagang) atau wetboek van
koophandel Indonesia (W.K)
KUHS (kitab undang-undang hukum sipil) atau Burgerlijk
wetboek Indonesia (B.W)
2. Hukum-hukum tertulis yang belum dikoodifikasikan, Yakni :
Perudang-undangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang
berhubungan dengan perdagangan.
Pada bagian KUHS itu mengatur tentang hukum dagang. Hal-hal
yang diatur dalam KUHS adalah mengenai perikatan umumnya seperti :
·
Persetujuan jual beli (contract of sale)
·
Persetujuan sewa-menyewa (contract of hire)
·
Persetujuan pinjaman uang (contract of loun)
Hukum dagang selain diatur KUHD dan KUHS juga terdapat
berbagai peraturan-peraturan khusus (yangbelum di koodifikasikan) seperti :
·
Peraturan tentang koperasi
·
Peraturan palisemen
·
Undang-undang oktroi
·
Peraturan Lalu lintas
·
Peraturan maskapai andil Indonesia
·
Peraturan tentang perusahaan negara
Dalam ketentuan lama dari pasal 2 s/d 5 kUHD disebutkan :
Pasal 2 : pedagang adalah mereka yang melakukan perbuatan
pernaigaan ssebagai pekerjaannya sehari-hari.
Pasal 3 : perbuatan perniagaan pada umumnya adalah perbuatan
pembelian barang-barang untuk dijual.
ANALISIS:
Pada kesempatan ini, penulis akan membahas tentang
pengertian hukum yang merupakan bagian dasar dari topik hukum perdata, pidana,
perjanjian dan dagang.
Saya menganalisis tentang hukum Dagang dari pembahasan di
atas dapat disimpulkan:
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia
yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan, atau hukum yang
mengatur hubungan hukum antara manusia dan badang badan hukum satu dengan yang
lainnnya dalam bidang perdagangan.
Beberapa sumber Hukum Dagang yaitu; Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHD) Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K), Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), Peraturan Perundang-Undangan,
Kebiasaan, Perjanjian yang dibuat para pihak, dan Perjanjian Internasional.
DAFTAR
PUSTAKA:
0 komentar:
Posting Komentar