#PEREKONOMIAN INDONESIA
MATERI BAB 5, 6, 7, DAN 8
PEREKONOMIAN INDONESIA
“Perekonomian Indonesia ”
NENIK DIAH HARTANTI
FANDY AHMAD
GUTOMO
(23214912)
1 EB21
BAB 5
PDB, PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN
STRUKTUR EKONOMI
Produk Domestik Bruto
PDB (Gross Domestic Product/GDP) adalah jumlah nilai dari semua produk akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu kawasan di dalam periode waktu tertentu. PDB mencakup konsumsi pemerintah, konsumsi masyarakat, investasi dan eksport dikurangi impor di dalam kawasan tertentu.
Rumus PDB :
PDB = C + I + G + (X-I)
C= Konsumsi masyarakat
I = Investasi
G = Pengeluaran pemerintah
X = Eksport
I = Import
PDB merupakan salah satu indikator yang penting dalam melihat sehat tidaknya perekonomian suatu kawasan selain untuk menakar tingkat kemakmuran kawasan tersebut. Biasanya PDB disajikan sebagai perbandingan tahun sebelumnya. Sebagai contohnya jika PDB tahun ke tahun Indonesia naik 5,5% itu artinya ekonomi Indonesia bertumbuh sebanyak 5,5% selama tahun terakhir tersebut.
Seperti yang biasa terlihat, produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang dipresentasikan oleh PDB mempunyai dampak yang besar kepada perekonomian. Sebagai contohnya, jika ekonomi suatu negara dinyatakan sehat maka dapat diartikan dengan tingkat pengangguran yang rendah dimana banyak permintaan tenaga kerja dengan upah gaji yang meningkat menandakan pertumbuhan dari industri-industri di dalam ekonomi. Perubahan yang signifikan di dalam PDB apaah positif atau negatif mempunyai dampak yang besar kepada pasar saham. Dengan mudah dapat dijelaskan bahwa ekonomi yang tidak sehat berarti penurunan keuntungan bagi perusahaan yang dalam arti praktis diartikan sebagai penurunan harga saham perusahaan tersebut. Investor sangat khawatir dengan pertumbuhan negatif PDB yang dapat diartikan oleh para ekonom, yaitu tanda terjadinya resesi.
Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi
Kesejahteraan masyarakat dari aspek eknomi dapat diukur dengan tingkat pendapatan nasional per-kapita. Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses pembangunan ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal pembangunan ekonomi suatu Negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk negara-negara seperti Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi ditambah lagi fakta bahwa penduduk Indonesia dibawah garis kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan lajunya harus jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan pendapatan masyarakat per-kapita dapat tercapai.
Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga harus disertai dengan program pembangunan sosial.
Pertumbuhan Ekonomi selama Orde Baru
Ketika orde baru mulai dengan pemerintahannya di tahun 1966, ekonomi
Indonesia dalam keadaan porak poranda. Antara tahun 1962 sampai 1966,
pertumbuhan PDB hanya 2 % per tahun, yang lebih kecil daripada pertumbuhan
penduduk, sehingga pendapatan nasional per kapita menurun. Investasi dalam %
dari PDB, yang sangat strategis artinya bagi pertumbuhan ekonomi menurun.
Infra struktur dalam bidang transportasi, komunikasi, irigasi dan kelistrikan
memburuk. Anggaran negara yang selalu defisit, ditambah dengan defisit dalam
neraca pembayaran menyebabkan menyusutnya cadangan devisa. Di tahun 1962
defisit anggaran negara 63 %, yang meningkat menjadi 127 % di tahun 1966.
Defisit ganda dari anggaran negara dan neraca pembayaran juga mengakibatkan
hiper inflasi. Di tahun 1966, inflasinya mencapai 635 %.
Pemerintah yang tidak cukup mempunyai cadangan devisa melakukan penjatahan
dalam penjualan devisa, sehingga timbul pasar gelap untuk valuta asing dengan
perbandingan harga antara pasar gelap dan kurs resmi dengan 2 sampai 3 kali
lipat. Perbedaan ini terus meningkat sampai pernah mencapai 10 kali lipat.
Dalam keadaan yang demikian, dengan sendirinya orang tidak mau memegang
rupiah. Rupiah segera dijadikan barang yang harganya setiap hari meningkat.
Maka dunia perbankan tidak berfungsi, karena tidak ada orang yang menyimpan
uang di bank. Pelarian modal ke luar negeri dan spekulasi adalah kegiatan
sehari-
hari dari para anggota masyarakat kita.
Dengan kondisi perekonomian yang porak poranda seperti tergambarkan di atas,
pemerintah tidak dapat langsung menyusun paket pertumbuhan ekonomi sebelum
konsolidasi dan rehabilitasi. Yang pertama-tama ditanggulangi adalah penekanan
inflasi. Caranya dengan menyeimbangkan anggaran negara. Uang beredar
diturunkan melalui pemberian bunga yang sangat tinggi untuk deposito berjangka
pada bank-bank milik negara, yaitu 60 % setahun. Asal usul deposito tidak dapat
disusut. Deposito dan tabungan di bank-bank BUMN yang di tahun 1962 hanya
Rp. 5,- milyar, meningkat menjadi Rp. 34,- milyar di tahun 1969, dan meningkat
terus menjadi Rp. 122,- milyar di tahun 1972. Sekarang, atau untuk tahun 1996,
jumlah tabungan dan deposito dalam perbankan keseluruhan, baik BUMN maupun
bank-bank swasta lainnya mencapai angka 172,7 trilyun.
Sistem lalu lintas devisa dibuat bebas. Penentuan kurs rupiah terhadap valuta
asing, terutama dollar AS, dipertahankan pada kurs tertentu dengan dollar AS,
yang stabilitasnya dijamin oleh BI. Setelah itu, diambangkan secara terkendali,
yang sebanyak mungkin diserahkan pada mekanisme pasar, dengan stabilisasi
melalui intervensi oleh Bank Indonesia.
Utang-utang luar negeri dijadualkan kembali. Negara-negara kreditur tidak hanya
bersedia menjadualkannya kembali, tetapi mereka juga membentuk konsorsium
untuk memberikan utang kepada Indonesia. Kelompok ini terkenal dengan nama
Inter Governmental Group on Indonesia atau IGGI. Setelah terjadi ketegangan
dengan pemerintah Belanda, dan mengeluarkannya, nama kelompok negara-
negara donor tanpa Belanda menjadi Consultative Group on Indonesia atau CGI.
Setelah tahap konsolidasi dilampaui, pemerintah mulai dengan program
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Dari pihak pemerintah,
pemompaan daya beli pada masyarakat dilakukan melalui pembangunan infra
struktur secara besar-besaran. Investasi dari sektor swasta, baik yang domestik
maupun asing dipacu dengan berbagai insentif seperti yang tertuang di dalam
Undang-Undang nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA)
dan Undang-Undang nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN).
Pemerintah orde baru dapat melakukan pembangunan ekonomi dengan stabilitas
politik yang kokoh. Stabilitas politik diserahkan kepada ABRI, yang
memberlakukan security approach, sedangkan pembangunan ekonomi
diserahkan kepada para profesional, yang kebanyakan bukan politisi. Dengan
bantuan dari lembaga-lembaga internasional, baik dalam nasihat maupun
dukungan dana, pembangunan selama orde baru telah membuahkan hasil yang
gemilang.
Pertumbuhan ekonomi antara tahun 1970 sampai tahun 1996 berfluktuasi antara
yang paling rendah 2,25 % di tahun 1982, 2,26 % di tahun 1985 dan 3,21 % di
tahun 1986. Pertumbuhan pernah mencapai 14,6 % di tahun 1987 yang
merupakan perkecualian. Pada umumnya pertumbuhan berfluktuasi antara 6
sampai 8 %. Pertumbuhan rata-rata dari 1969 sampai 1997 adalah 6,9 %. Ini
adalah sebuah prestasi yang mengagumkan banyak negara-negara maju dan
lembaga-lembaga internasional. Dengan pertumbuhan penduduk yang rata-rata 2
% setahun, pertumbuhan pendapatan nasional per kapita mengalami kemajuan
dari $ 76,- di tahun 1971 menjadi $ 1.136 di tahun 1996.
Sejak tahun 1970, inflasi terrendah adalah di tahun l985 sebesar 4,7 %, dan
inflasi tertinggi di tahun 1974 sebesar 40,6 %, dengan rata-rata inflasi
sebesarl2,26 %
Kalau sejak tahun 1974, ekspor migas selalu di atas 70 % dari keseluruhan
ekspor, dan bahkan pernah mencapai 82,4 % di tahun 1982, maka sekarang, di
tahun 1996 ekspor minyak bumi dan gas alam hanya merupakan 23,5 % saja dari
keseluruhan ekspor. Ini berarti bahwa ketergantungan kita pada migas sangat
berkurang. Dengan produksi migas yang tidak menyusut, perbandingan ini
menunjukkan betapa industrialisasi telah meningkat pesat.
Di tahun 1968 sumbangan sektor pertanian terhadap pembentukan PDB adalah 51
%, sedangkan sumbangan industri manufaktur hanya 8,5 %. Dengan produksi
pertanian yang tidak menyusut, sumbangan sektor industri manufaktur terhadap
pembentukan Produk Domestik Bruto di tahun 1996 sudah meninggalkan sektor
pertanian, karena sudah merupakan 25,5 %, sedangkan sumbangan sektor
pertanian 16,5 %. Ini berarti bahwa perekonomian telah mengalami modernisasi
dan transformasi dari berat pertanian pada berat industrialisasi, tanpa
pertaniannya
menjadi lemah. Target pemerintah meningkatkan industrialisasi berdasarkan atas
pertanian yang kuat telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Sejak tahun 1970, ekspor non migas mengalami kenaikan dari $ 475,- juta di
tahun 1966 menjadi $ 38,093 milyar di tahun 1996.
Pertumbuhan ekonomi di indonesia ini mencapai 6% tahun ini, menurut BI ( bank Indonesia), ekonomi Indonesia mencapai 5,5-6% pada tahun ini meningkat menjadi 6-6,5% pada tahun 2011dengan demikian prospek ekonomi indonesia semakin bagus.
perbaikan ekonomi indonesia bersumber dari sisi eksternal sejalan dengan pemulihan ekonomi global pada saat ini, seperty ekspor yang mencatatat pertunjukan yang sangat positif, dan lebih baik lagi berbaremgan dengan impor yang akan lebih baik lagi dan berdapak bagus di dalam amupun di luar negeri.
selain didukung perkembangan ekonomi global dan domestik yang membaik menurut BI (bank Indonesia) ekonomi tahun depan juga disongkoh konsumsi rumah tangga yang kuat, peningkatan sektor eksternal, dan peningkatan investasi, kata Gubernur BI Darma nasution di jakarta.
Faktor-faktor Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Ada beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi.
Faktor ekonomi yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau kewirausahaan.
Sumber daya alam yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah, keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang dan hasil laut sangat memengaruhi pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku produksi. Sementara itu, keahlian dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses produksi).
Sumber daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah dan kualitas penduduk. Jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial untuk memasarkan hasil-hasil produksi, sementara kualitas penduduk menentukan seberapa besar produktivitas yang ada.
Sementara itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut. Pembentukan modal dan investasi ditujukan untuk menggali dan mengolah kekayaan. Sumber daya modal berupa barang-barang modal sangat penting bagi perkembangan dan kelancaran pembangunan ekonomi karena barang-barang modal juga dapat meningkatkan produktivitas.
Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat, keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku.
Perubahan Struktur Ekonomi
Ada beberapa faktor yang menentukan terjadinya perubahan struktur ekonomi antara lain :
– Produktivitas tenaga kerja per sektor secara keseluruhan
– Adanya modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi.
– Kreativitas dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk memperluas pasar produk/jasa yang dihasilkannya.
– Kebijakan pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor dan komoditi unggulan
– Ketersediaan infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang dan jasa serta mendukung proses produksi.
– Kegairahan masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terus-menerus
– Adanya pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah
– Terbukanya perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor
Struktur perekonomian adalah besar share lapangan usaha terhadap total PDRB baik atas dasar harga yang berlaku maupun harga konstan. Dengan mengetahui struktur perekonomian, maka kita dapat menilai konsentrasi lapangan usaha yang sangat dominan pada suatu daerah. Biasanya terdapat hubungan antara lapangan usaha dan penduduk suatu daerah. Menurut Teori Lewis, perekonomian suatu daerah harus mengalami transformasi struktural dari tradisional ke industri, yang ditunjukkan dengan semakin besarnya kontribusi sektor non pertanian dari waktu ke waktu terhadap total PDRB.
Dalam kaitannya dengan transformasi struktural, beberapa hal yang perlu mendapat perhatian adalah :
Pertama, kenaikan riil share pada sektor primer dapat saja dipahami apabila diikuti dengan peningkatan produktvitas yang ikut membawa dampak positif pada upah rata-rata, khususnya di sektor pertanian.
Kedua, perlu diupayakan peningkatan nilai tambah pada sektor sekunder, yakni industri pengolahan, khususnya industri skala kecil dan menengah yang dibangun dengan basis pertanian. Hal ini mengandung arti bahwa industri yang hendak dikembangkan harus dapat mendorong dan menyerap hasil dari sektor pertanian.
Ketiga, berkenaan dengan sektor tersier, hendaknya pengembangan sektor perdagangan harus terus dikembangkan dalam rangka memperluas pasar pada sektor primer dan sekunder, termasuk perdagangan yang bersifat ekspor (keluar daerah dan ke luar negeri). Sementara perkembangan sektor hotel, restoran harus dipadukan dengan pembangunan pariwisata guna menumbuhkan sektor tersebut dan industri pendukung wisata lainnya, seperti: transportasi, komunikasi, souvenier dan jasa hiburan. Di samping itu, pengembangan sub sektor tersier yang produktif harus terus ditingkatkan, misalnya melalui pembangunan pariwisata yang lebih intensif, transformasi dan revitalisasi sektor informal menjadi sektor formal yang lebih menekankan skill dan pengetahuan.
BAB 6
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN
1. Permasalahan Pokok.
Masalah pokok Negara
berkembangè
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan atau tingkat
kemiskinan atau jumlah orang yang hidup dibawah garis kemiskinan.
Kebijakan dan perencanaan
pembangunan Orde Baru adalah pembangunan dipusatkan di Jawa (khususnya
diJakarta) dengan harapan akan terjadi “Trickle Down Effect” dengan orientasi
pada pertumbuhan yang tinggi.
2. Strategi Pembangunan.
Pada awal pemerintah orde
baru percaya bahwa proses pembangunan ekonomi akan menghasilkan Trikle down
effectè
Hasil pembangunan akan menetes ke sector-sektor lain dan wialayah Indonesia
lainnya.
Fokus pembangunan ekonomi
pemerintahè
Mencapai laju pertumbuhan ekonomi yg tinggi dalam waktu yang singkat melalui
pembangunan pada:
a.
Wilayah yang memiliki fasilitas yang relative lengkap (pelabuhan, telekomunikasi,
kereta api, kompleks industri, dll) yakni di P. Jawa khsususnya Jawa Barat.
b.
Sektor-sektor tertentu yang memberikan nilai tambah yang tinggi.
3. Hasil strategi pembangunanè Kurang efektif.
a. 1980 – 1990è Laju pertumbuhan ekonomi (PDB) tinggi
b.
Kesenjangan semakin besar (jumlah orang miskin semakin banyak)
4.
Perubahan strategi pembangunan
Berdasarkan hasil
pembangunan tsb, mulai PELITA 3 pemerintah merubah tujuannya menjadi mencapai
pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat.
Strategi: a. Konsentrasi pembangunan diseluruh Indonesia
b. Pembangunan untuk seluruh sektorè pengembangan sektor
pertanian melalui berbegai program seperti
transmigrasi, industri
padat karya,
industri rumah tangga
Konsep dan Difinisi.
Pengukuran Kemiskinan:
a. Kemiskinan relatif:
Konsep yg mengacu pada garis kemiskinan yakni ukuran kesenjangan dalam
distribusi pendapatan. Kemiskinan relatifè
proporsi dari tingkat pendapatan
rata-rata.
b.
Kemiskinan absolute (ekstrim) :
Konsep yg tidak mengacu pada garus kemiskinan yakni derajad kemiskinan dibawah
dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.
Pertumbuhan,
Kesenjangan dan Kemiskinan.
Data 1970 – 1980 menunjukkan
ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan
ekonomi.
Semakin tinggi pertumbuhan
PDB/pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan sikaya dengan simiskin.
Penelitian di Asia Tenggara
oleh Ahuja, dkk (1997) menyimpulkan bahwa selama periode 1970an dan 198an ketimpangan
distribusi pendapatan mulai menurun dan stabil, tapi sejak awal 1990an
ketimpangan meningkat kembali di LDC’s
dan DC’s seperti Indonesia, Thaliland, Inggris dan Swedia.
Janti (1997) menyimpulkan è semakin besar ketimpangan
dalam distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan
pasar buruh, dan perubahan kebijakan publik. Perubahan pasar buruh ini
disebabkan oleh kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besar
saham pendapatan istri dalam jumlah pendapatan keluarga.
Hipotesis Kuznetsè ada korelasi positif atau
negatif yang panjang antara tingkat pendapatan per kapita dengan tingkat
pemerataan distribusi pendapatan.
Dengan data cross sectional
(antara negara) dan time series, Simon Kuznets menemnukan bahwa relasi
kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita berbentuk U terbalik.
Periode
Tingkat
Pendapatan Per Kapita
Hasil ini
menginterpretasikan: Evolusi distribusi pendapatan dalam proses transisi dari
ekonomi pedesaan ke ekonomi perkotaan (ekonomi industri) è
Pada awal proses pembangunan, ketimpangan distribusi pendapatan naik sebagai
akibat proses urbanisasi dan industrialisasi dan akhir proses pembangunan,
ketimpangan menurun karena sektor industri di kota sudah menyerap tenaga
kerja dari desa atau produksi atau
penciptaan pendapatan dari pertanian lebih kecil.
Banyak studi untuk menguji
hipotesis Kuznets dengan hasil:
a. Sebagian besar mendukung hipotesis
tersebut, tapi sebagian lain menolak
b. Hubungan positif pertumbuhan ekonomi
dan distribusi pendapatan hanya dalam jangka panjang dan ada di DC’s
c. Kurva bagian kesenjangan (kiri) lebih
tidak stabil daripada porsi kesenjangan menurun sebelah kanan.
Deininger dan Squire (1995)
dengan data deret waktu mengenai indeks Gini dari 486 observasi dari 45 LDC’s
dan DC’s (tahun 1947-1993) menunjukkan indeks Gini berkorelasi positif antara
tahun 1970an dengan tahun 1980an dan 1990an.
Anand dan Kanbur (1993)
mengkritik hasil studi Ahluwalia (1976) yang mendukung hipotesis Kuznets.
Keduanya menolak hipotesis Kuznets dan menyatakan bahwa distribusi pendapatan
tidak dapat dibandingkan antar Negara, karena konsep pendapatan, unit populasi
dan cakupan survey berbeda.
Ravallion dan Datt (1996)
menggunakan data India:
§
proxy
dari pendapatan perkapita dengan melogaritma jumlah produk domestik (dalam
nilai riil) per orang (1951=0)
§
proxy
tingkat kesenjangan adalah indeks Gini dari konsumsi perorang (%)
Hasilnya menunjukkan tahun
1950an-1990an rata-rata pendapatan perkapita meningkat dan tren perkembangan
tingkat kesenjangan menurun (negative).
Ranis, dkk (1977) untuk
China menunjukkan korelasi negative antara pendapatan dan kesenjangan.
Hubungan Pertumbuhan dan
Kemiskinan.
Hipotesis Kuznets: Pada
tahap awal pembangunan tingkat kemiskinan meningkat dan pada tahap akhir
pembangunan tingkat kemiskinan menurun.
Faktor yang berpengaruh pada
tingkat kemiskinan:
a)
Pertumbuhan
b)
Tingkat
pendidikan
c)
Struktur
ekonomi
Wodon (1999) menjelaskan
hubungan pertumbuhan output dengan kemiskinan diekspresikan dalam:
Log Gkt = α +
βLog Wkt + αt + ∑kt
Dimana:
·
Gkt
: Indeks gini untuk wilayah k pada periode t
·
Wkt
: Rata-rata konsumsi/pendapatan riil (rasio kesejahteraan) diwilayah k pada
periode t
·
αt : Efek lokasi yang tetap
·
∑kt
: Term kesalahan
Dalam persamaan tersebut,
elastisitas ketidakmerataan distribusi pendapatan terhadap pertumbuhan
merupakan komponen kunci dari perbedaan antara efek bruto (ketimpangan konstan)
dan efek neto (efek dari perubahan ketimpangan) dari pertumbuhan pendapatan
terhadap kemiskinan.
·
g
: efek bruto (ketimpangan konstan)
·
l
: efek neto (efek dari perubahan
ketimpangan)
·
b
: elatisitas ketimpangan terhadap pertumbuhan
·
d
: elastisitas kemiskinan terhadap ketimpangan
Λ = γ + βδ
Elatisitas ketimpangan
terhadap pertumbuhan dan elastisitas kemiskinan terhadap ketimpangan diperoleh
dengan persamaan:
Log Pkt = w + Log
Wkt + Log Gkt + wk + vkt
Dimana:
·
Pkt
: Kemiskinan diwilayah k pada periode t
·
Gkt
: Indeks gini untuk wilayah k pada periode t
·
Wkt
: Rata-rata konsumsi/pendapatan riil (rasio kesejahteraan)
diwilayah k pada periode t
·
Wk
: efek-efek yang tetap
·
vkt
:term kesalahan
Studi empiris di LDC’s
menunjukkan ada korelasi yang kuat antara pertumbuhan ekonomi dengan kemiskinan.
Studi lain menunjukkan bahwa kemiskinan berkorelasi dengan pertumbuhan output
(PDB) atau Pendapatan nasional baik secara agregat maupun disektor-sektor
ekonomi secara individu.
a)
Ravallion
dan Datt (1996) dengan data dari India menemukan bahwa pertumbuhan output
disektor-sektor primer khususnya pertanian jauh lebih efektif terhadap
penurunan kemiskinan dibandingkan dengan sector sekunder.
b)
Kakwani
(2001) untuk data dari philipiana menunjukkan hasil yang sama dengan Ravallion
dan Datt. Peningkatan output sektor pertanian 1% mengurangi jumlah kemiskinan
1% lebih sedikit. Peningkatan output sektor industri 1% mengurangi jumlah
kemiskinan 0,25 saja.
c)
Mellor
(2000) menjelaskan ada tendensi partumbuhan ekonomi (terutama pertanian)
mengurangi kemiskinan baik secara mangsung maupun tidak langsung.
d)
Hasan
dan Quibria (2002) menyatakan ada hubungan antara pertumbuhan dengan kemiskinan
e)
ADB
(1997) untuk NIC’s Asia Tenggara (Taiwan, Korsel, dan Singapura) menunjukkan
pertumbuhan output di sector industri manufaktur berdampak positif terhadap
peningkatan kesempatan kerja dan penurunan kemiskinan
f)
Dolar
dan Kraay (2000) menunjukkan elastisitas pertumbuhan PDB (pendapatan) perkapita
dari kelompok miskin adalah 1%
(pertumbuhan rata-rata 1% meningkatkan pendapatan masyarakat miskin 1%).
g)
Timmer
(1997) menyimpulkan bahwa elastisitas pertumbuhan PDB (pendapatan) perkapita
dari kelompok miskin adalah 8% artinya kurang dari proporsional keuntungan bagi
kelompok miskin dari pertumbuhan ekonomi
Untuk mengukur pengaruh
pertumbuhan sektoral terhadap tingkat kemiskinan digunakan:
Ln P= a + b1 Ln Y1
+ b2 Ln Y2 + b3 Ln Y3 + u + R
Dimana:
P : Fraksi dari jumlah
populasi dengan pengeluaran konsumsi dibawah pengeluaran minimum yang telah
ditetapkan sebelumnya (garis kemiskinan)
Y : Tingkat output per
kapita untuk sector pertanian, inustri pengolahan, dan jasa
u dan R:term kesalahan
Ada korelasi yang negative
antara tingkat pendapatan dan kemiskinan (semakin tinggi tingkat pendapatan
perkapita, semakin rendah tingkat kemiskinan). Nilai koefisien korelasi untuk 4
wilayah.
|
Asia Timur
|
Amerika Latin
|
Asia Selatan
|
Afrika Sub-Sahara
|
INC
|
-0,03
(-0,03)
|
0,26
(1,79)
|
0,31
(3,31)
|
0,17
(1,72)
|
LnY
|
-1,60
(-9,36)
|
-1,13
(-6,11)
|
-0,82
(-10,12)
|
-0,71
(-4,53)
|
Adj. R2
|
0,84
|
0,68
|
0,83
|
0,93
|
Observasi
|
70
|
107
|
67
|
48
|
Hasil penelitian per sector:
|
Asia Timur
|
Amerika Latin
|
Asia Selatan
|
Afrika Sub-Sahara
|
INC
|
0,05
(0,6)
|
0,3
(2,32)
|
0,36
(3,95)
|
0,08
(0,78)
|
LnYpertanian
|
0,40
(0,66)
|
-0,33
(-1,47)
|
-1,17
(-4,29)
|
-0,32
(-3,05)
|
LnYindustri
|
-1,31
(-4,28)
|
0,28
(1,21)
|
-0,03
(-0,2)
|
-0,03
(-0,31)
|
LnYjasa
|
0,02
(0,08)
|
-1,21
(-4,88)
|
-0,22
(-1,3)
|
-0,16
(-1,55)
|
Adj. R2
|
0,84
|
0,71
|
0,87
|
0,93
|
Observasi
|
70
|
107
|
67
|
48
|
Indikator Kesenjangan dan
Kemiskinan.
Cara untuk mengukur tingkat
kesenjangan dalam distribusi pendapatan dengan:
1. Pendekatan
Asiomatic mencakup:
a) The Generalied Entropy (GE)
GE( ) = (1/(α2-α)
n=jumlah
individu/orang dalam sampel
yi=pendapatan
individu (i=1,2,…n)
= (1/n) adalah ukuran rata-rata pendapatan
Nilai GE
terletak 0 sampai ∞. Nilai GE 0 berarti distribusi pendapatan merata dan GE
bernilai 4 berarti kesenjangan yang sangat besar.
α =
mengukur besarnya perbedaan antara pendapatan dari kelompok yang berbeda
didalam distribusi tersebut dan mempunyai nilai riil
b) Ukuran Atkinson
A = 1 -
ϵ=parameter
ketimpangan, 0<ϵ<1, semakin tinggi nilai ϵ, semakin tidak seimbang
pembagian pendapatan.
Nilai α
dari 0 sampai 1. Nilai 0 berarti tidak ada ketimpangan dalam distribusi
pendapatan
c) Koefisien Gini
Gini
= (1/2n2-
Nilai
koefisien Gini dari 0 sampai 1. Nilai 0 berarti kemerataan sempurna dan nilai 1
berarti ketidakmerataan sempurna (satu orang/kelompok orang disuatu Negara
menikmati semua pendapatan Negara).
Ide dasar
perhitngan koefisien Gini adalah Kurva Lorenz
Kurva
Lorenz menggambarkan distribusi komulatif pendapatan nasional diberbagai
lapisan penduduk. Sumbu vertical è presentase komulatif
pendapatan nasional & Sumbu horizontal è persentase komulatif penduduk.
v a. Semakin dekat dg diagonal, 100
semakin merata pendapatan
80
v b. Semakin jauh dg
diagonal
semakin tidak merata pendapatan 60
50
40
20
0
10
20 30 40
50 60 70
80 90 100
Indeks/Rasio Gini merupakan
koefisien yang berkisar 0 sampai 1, yang menjelaskan kadar ketimpangan
distribusi pendapatan nasional.
v Semakin kecil angka
ini, semakin merata distribusi pendapatan
v Semakin besar angka
ini, semakin tidak merata distribusi pendapatan
Angka Gini ini dapat ditaksir secara visual langsung dari kurva Lorenz.
Semakin kecil angka ini ditunjukkan kurva lorenz yang mendekati diagonal yang
berarti kecil luas area dan sebaliknya.
n
G = 1 - ∑ ( X t+1 – Xi )
( Yi + Y t+1)
1
n
G = 1 - ∑ fi (Yi + Y t+1)
1
G = Rasio Gini
fi = Proporsi Jumlah Rumah Tangga
dalam kelas t
Xi = Proporsi Jumlah Komulatif Rumah Tangga dalam kelas t
Yi = Proporsi Jumlah Komulatif Pendapatan dalam kelas t
2. Kriteria
Bank Dunia.
Bank
dunia mengklasifikasikan ketidakmerataan berdasarkan tiga lapisan:
v 40 % penduduk berpendapatan terendahè Penduduk termiskin
v 40 % penduduk berpendapatan menengah
v 20 % penduduk berpendapatan tinggi
KLASIFIKASI
|
DISTRIBUSI PENDAPATAN
|
Ketimpangan Parah
|
40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati < 12 % pendapatan
nasional
|
Ketimpangan Sedang
|
40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 - 17 % pendapatan
nasional
|
Ketimpangan Lunak (Distribusi Merata)
|
40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati > 17 % pendapatan
nasional
|
Pertengahan tahun 1997 Pendapatan per kapita Indonesia $ US 1,000 dengan 10
% penduduk saja yang menikmati 90%
pendapatan nasional dan 90 % penduduk yang menikmati 10% pendapatan nasional berarti pemerataan
pendapatan pendapatan masih kurang.
Perbandingan Indonesia dengan Swiss
Indonesia Swiss
Rasio
Angka Gini.
Tahun
|
Kota
|
Desa
|
Nasional
|
1965
|
0,34
|
0,35
|
0,35
|
1970
|
0,33
|
0,34
|
0,35
|
1976
|
0,35
|
0,31
|
0,34
|
1978
|
0,38
|
0,34
|
0,40
|
1980
|
0,36
|
0,31
|
0,34
|
1981
|
0,33
|
0,29
|
0,33
|
1984
|
0,32
|
0,28
|
0,33
|
1986
|
0,32
|
0,27
|
0,33
|
1987
|
0,32
|
0,26
|
0,32
|
1990
|
0,34
|
0,25
|
0,32
|
1993
|
0,33
|
0,26
|
0,34
|
1994
|
0,34
|
0,26
|
0,34
|
1995
|
0,35
|
0,27
|
0,35
|
1996
|
0,35
|
0,27
|
0,36
|
1997
|
0,35
|
0,26
|
0,37
|
v Tahun 1065 – 1970
laju rata-rata pertahun PDB 2,7 % dengan angka Gini rat-rata per tahun 0,35
v 1971 – 1980 laju
rata-rata pertahun PDB 6 % dengan angka Gini rat-rata per tahun 0,4
v Tahun 1065 – 1970
laju rata-rata pertahunPDB 2,7 % dengan angka Gini rat-rata per tahun 0,35
v 1981 – 1990 laju
rata-rata pertahun PDB 5,4 % dengan angka Gini rat-rata per per tahun 0,3
Foster
(1984) memperkenalkan 3 indkator untuk mengukur kemiskinan:
a)
The
incidence of poverty (rasio H) yaitu % dari populasi yang hidup adlam keluarga
dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan
b)
The
depth of poverty yaitu menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang
diukur dengan Poverty Gap Index / indeks jarak kemiskinan (IJK) yaitu
mengestimasi jarak pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai
proporsi dari garis tersebut.
Pa = (1/n) a
untuk semua yi <z
Indeks
Pa sensitive terhadap distribusi, jika a>1.
= perbedaan antara garis kemiskinan
(z) dan tingkat pendapatan dari kelompok ke I keluarga miskin (yi) dalam bentuk % dari
garis kemiskinan.
a= % eksponen dari besarnya
pendapatan yang tekor dan jika dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi
dengan jumlah populasi, maka akan menghasilkan indeks Pa.
c)
The
severity of poverty/Distributionally Sensitive Index yaitu mengukur tingkat
keparahan kemiskinan dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK) atau mengetahui
intensitas kemiskinan.
Peneliti lain memasukkan 2
faktor lain yakni rata-rata besarnya kekurangan pendapatan orang miskin dan
besarnya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antar orang miskin. Semakin
rata-rata besarnya kekurangan pendapatan orang miskin, semakin besar gap
pendapatan antar orang miskin sehingga kemiskinan bertambah besar. Dengan
memasukkan 2 faktor tersebut, maka muncul Indeks Kemiskinan Sen:
S
= H [I + (1-I)Gini]
I adalah jumlah rata-rata difisit pendapatan
dari orang miskin sebagai % dari garis kemiskinan.
Koefisien Gini mengukur
ketimpangan antar orang miskin.
Jika salah satu factor ini
naik, maka kemiskinan meningkat.
Perubahan
pola distribusi pendapatan dipedesaan disebabkan oleh:
a) Urbanisasi jaman ordebaru sangat pesat
b) Struktur pasar dan besar distorsi yang
berbeda antara kota dan desa. Desa memiliki jumlah sektor, output per sektor,
dan pendapatan perkapita lebih kecil daripada kota.
c) Dampak positif pembangunan nasional
yang berbentuk: (a) berbagai kegiatan ekonomi di desa (perdagangan, industry
dan jasa); (b) Produksitivitas dan pendapatan TK pertanian dan penggunaan
teknologi pertanian meningkat; dan (c) pemanfaatan SDA yang lebih baik di desa.
Perubahan
tingkat upah (W) di desa dan kota dalam rupiah per bulan.
Tahun
|
Kota
|
Desa
|
Rasio D/K
|
1986
|
Rp 88.073
|
Rp 59.237
|
67
|
1990
|
115.835
|
66.395
|
57
|
1997
|
288,498
|
186.753
|
65
|
Bukti
empiris hipotesis U terbalik di Indonesia tahun 1960an sampai 1990an.
Distribusi dari 1,2 milyar
penduduk miskin di dunia yang hidup dengan pendapatan kurang dari US1 per hari
tahun 1998.
Europe and central Asia
|
2%
|
Middle East and North Africa
|
0.50%
|
South Asia
|
43.50%
|
Latin America and The Caribbean
|
6.50%
|
East Asia and Pasific
|
23.20%
|
Africa -SubSaharan
|
24.30%
|
Sumber:
World Bank
Perubahan
tingkat kemiskinan dan GDP per kapita di Asia.
Negara
|
Kemiskinan
|
Perubahan Tahunan
|
||||
Tahun
|
%
|
Tahun
|
%
|
Kemiskinan per kapita
|
PDB Riil
|
|
Bangladesh
|
1992
|
58,8
|
1996
|
53,1
|
-2,5
|
3,1
|
Cina
|
1994
|
8,4
|
1996
|
6
|
-15,5
|
10,5
|
India
|
1992
|
40,9
|
1994
|
35
|
-7,5
|
3,3
|
Indonesia
|
1990
|
15,1
|
1996
|
15,7
|
0,6
|
6,2
|
Korsel
|
1994
|
16,4
|
1995
|
12,3
|
-25
|
7,3
|
Malaysia
|
1995
|
9,6
|
1997
|
6,8
|
-15,8
|
4,2
|
Pakistan
|
1993
|
22,4
|
1997
|
31
|
8,5
|
1,5
|
Philipina
|
1994
|
40,6
|
1997
|
36,8
|
-3,2
|
2,6
|
Taiwan
|
1996
|
0,5
|
1997
|
0,5
|
0
|
5,3
|
Thailand
|
1994
|
16,3
|
1996
|
11,4
|
-16,4
|
7,7
|
Vietnam
|
1996
|
19,2
|
1997
|
17,7
|
-8
|
7,4
|
Kebijakan
Anti kemiskinan.
Hubungan
antara pertumbuhan ekonomi, kebijakan, kelembagaan dan penurunan kemiskinan
disajikan dan gambar berikut ini.
Kebijakan
lembaga dunia mencakup World Bank, ADB, UNDP, ILO, dsb.
World
bank (1990) peprangan melawan kemiskinan melalui:
a) Pertumbuhan ekonomi yang luas dan
menciptakan lapangan kerja yang padat karya
b) Pengembangan SDM
c) Membuat jaringan pengaman social bagi
penduduk miskin yang tidak mampu memperoleh dan menikmati pertumbuhan ekonomi
dan lapangan kerja serta pengembangan SDM sebagai akibat dari cacat fisik dan
mental, bencana, konflik social atau wilayah yang terisolasi
World bank (2000) memberikan
resep baru dalam memerangi kemiskinan dengan 3 pilar:
a) Pemberdayaan yaitu proses peningkatan
kapasitas penduduk miskin untuk mempengaruhi lembaga-lembaga pemerintah yang
mempengaruhi kehidupan mereka dengan memperkuat partisipasi mereka dalam proses
politik dan pengambilan keputusan tingkat local.
b) Keamanan yaitu proteksi bagi orang
miskin terhadap goncangan yang merugikan melalui manajemen yang lebih baik
dalam menangani goncangan ekonomi makrodan jaringan pengaman yang lebih
komprehensif
c) Kesempatan yaitu proses peningkatan
akses kaum miskin terhadap modal fisik dan modal manusia dan peningkatan
tingkat pengembalian dari asset asset tersebut.
ADB (1999) menyatakan ada 3
pilar untuk mengentaskan kemiskinan:
a) Pertumbuhan berkelanjutan yang
prokemiskinan
b) Pengembangan social yang mencakup:
pengembangan SDM, modal social, perbaikan status perempuan, dan perlindungan
social
c) Manajemen ekonomi makro dan
pemerintahan yang baik yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan
d) Factor tambahan:
·
Pembersihan
polusi udara dan air kota-kota besar
·
Reboisasi
hutan, penumbuhan SDM, dan perbaikan tanah
Strategi oleh pemerintah
dalam mengentaskan kemiskinan:
a) Jangka pendek yaitu membangun sector
pertanian, usaha kecil dan ekonomi pedesaan
b) Jangka menenga\h dan panjang mencakup:
·
Pembangunan
dan penguatan sector swasta
·
Kerjasama
regional
·
Manajemen
APBN dan administrasi
·
Desentralisasi
·
Pendidikan
dan kesehatan
·
Penyediaan
air bersih dan pembangunan perkotaan
·
Pembagian
tanah pertanian yang merata
BAB 7
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH DAN
OTONOMI DAERAH
Materi Pembangunan Ekonomi Daerah - Masih dengan ringkasan atau rangkuman materi yang
dapat digunakan untuk referensi dan bahan belajar serta tugas,
kali ini kita masih akan membahas mengenai kondisi perekonomian Indonesia.
Pembahasan ini akan menitikberatkan pada pokok materi tentang Pembangunan
Ekonomi Daerah. Semoga dengan materi ini kita bisa lebih mengerti bagaimana
kondisi ekonomi daerah khususnya di Indonesia.
Pembangunan Ekonomi Regional
Secara tradisional pembangunan
memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau
Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang
tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto suatu
provinsi, kabupaten, atau kota.
Pembangunan ekonomi daerah adalah
suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang
ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor
swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan
kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin
Arsyad, 1999).
Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan
ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula
menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan
tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan
memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000).
Masalah pokok dalam pembangunan
daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan
yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan
potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal
(daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif
yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk mencipatakan
kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah
suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi - institusi
baru, pembangunan indistri - industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga
kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi
pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan
baru.
Setiap upaya pembangunan ekonomi
daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja
untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah
daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif
pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah berserta pertisipasi
masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus
mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan
membangun perekonomian daerah.
Pembangunan ekonomi nasional sejak
PELITA I memang telah memberi hasil positif bila dilihat pada tingkat makro.
Tingkat pendapatan riil masyarakat rata-rata per kapita mengalami peningkatan
dari hanya sekitar US$50 pada pertengahan dekade 1960-an menjadi lebih dari
US$1.000 pada pertengahan dekade 1990-an. Namun dilihat pada tingkat meso dan
mikro, pembangunan selama masa pemerintahan orde baru telah menciptakan suatu
kesenjangan yang besar, baik dalam bentuk personal income, distribution, maupun
dalam bentuk kesenjangan ekonomi atau pendapatan antar daerah atau provinsi.
Selanjutnya, kita akan membahas masalah lain yaitu tentang kasus pembangunan
Indonesia di wilayah bagian timur. Dengan begitu materi tentang Pembangunan
Ekonomi Daerah ini bisa lebih lengkap lagi.
Kasus Pembangunan Indonesia Bagian
Timur
Hasil pembangunan ekonomi nasional
selama pemerintahan orde baru menunjukkan bahwa walaupun secara nasional laju
pertumbuhan ekonomi nasional rata-rata per tahun tinggi namun pada tingkat
regional proses pembangunan selama itu telah menimbulkan suatu ketidak
seimbangan pembangunan yang menyolok antara indonesia bagian barat dan
indonesia bagian timur. Dalam berbagai aspek pembangunan ekonomi dan sosial,
indonesia bagian timur jauh tertinggal dibandingkan indonesia bagian barat.
Tahun 2001 merupakan tahun pertama
pelaksanaan otonomi daerah yang dilakukan secara serentak diseluruh wilayah
indonesia. Pelaksanaan otonomi daerah diharapakan dapat menjadi suatu langkah
awal yang dapat mendorong proses pembangunan ekonomi di indonesia bagian timur
yang jauh lebih baik dibanding pada masa orde baru. Hanya saja keberhasilan
pembangunan ekonomi indonesia bagian timur sangat ditentukan oleh kondisi
internal yang ada, yakni berupa sejumlah keunggunlan atau kekeuatan dan
kelemahan yang dimiliki wilayah tersebut.
Keunggulan wilayah Indonesia Bagian
Timur
Keunggulan atau kekeuatan yang
dimiliki Indonesia bagian timur adalah sebagai berikut:
1. Kekayaan sumber daya alam
2. Posisi geografis yang strategis
3. Potensi lahan pertanian yang cukup
luas
4. Potensi sumber daya manusia
Sebenarnya dengan
keunggulan-keunggulan yang dimiliki indonesia bagian timur tersebut, kawasan
ini sudah lama harus menjadi suatu wilayah di Indonesia dimana masyarakatnya
makmur dan memiliki sektor pertanian, sektor pertambangan, dan sektor industri
manufaktur yang sangat kuat. Namun selama ini kekayaan tersebut disatu pihak
tidak digunakan secara optimal dan dipihak lain kekayaan tersebut dieksploitasi
oleh pihak luar yang tidak memberi keuntungan ekonomi yang berarti bagi
indonesia bagian timur itu sendiri.
Kelemahan Wilayah Indonesia Bagian
Timur
Indonesia bagian tinur juga memiliki
bagian kelemahan yang membutuhkan sejumlah tindakan pembenahan dan perbaikan.
Kalau tidak, kelemahan-kelemahan tersebut akan menciptakan ancaman bagi
kelangsungan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Kelemahan yang dimiliki
Indonesia bagian timur diantaranya adalah:
1. Kualitas sumber daya manuasia
yang masih rendah
2. Keterbatasan sarana infrastruktur
3. Kapasitas kelembagaan pemerintah
dan publik masih lemah
4. Partisipasi masyarakat dalam
pembangunan masih rendah
Tantangan dan Peluang
Pembanguanan ekonomi di Indonesia
bagian timur juga menghadapai berbagai macam tantangan, yang apabila dapat
diantisipasi dengan persiapan yang baik bisa berubah menjadi peluang besar.
Salah satu peluang besar yang akan muncul di masa mendatang adalah akibat
liberalisasi perdagangan dan investasi dunia (paling cepat adalah era AFTA
tahun 2003). Liberalisasi ini akan membuka peluang bagi IBT, seperti juga IBB,
untuk mengembangkan aktivitas ekonomi dan perdagangna yang ada di daerahnya
masing- masing.
Langkah –langkah yang Harus
Dilakukan
Pada era otonomi dan dalam
menghadapi era perdagangan bebas nanti, IBT harus menerapkan suatu strategi
pembangunan ekonomi yang berkelanjutan yang mendorong pemanfaatan
sebaik-baiknya semua keunggulan–keunggulan yang dimiliki kawasan tersebut tanpa
eksploitasi yang berlebihan yang dapat merusak lingkungan. Dalam new
development paradigm ini, ada sejumlah langkah yang harus dilakukan,
diantaranya sebagai berikut.
- Kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan secara merata di seluruh daerah di IBT. Peningkatan kualitas sumber daya manusia harus merupakan prioritas utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi dan sosial di IBT. Untuk maksud ini, kebijakan pendidikan, baik pada tingkat nasional maupun daerah, harus diarahkan pada penciptaan sumber daya manusia berkualitas tinggi sesuai kebutuhan setiap kawasan di Indonesia. IBT harus memiliki ahli-ahli khususnya dibidang kelautan, perhutanan, peternakan, pertambangan, industri, pertanian,dan perdagangan global.
- Pembangunan sarana infrastuktur juga harus merupakan prioritas utama, termasuk pembangunan sentra-sentra industri dan pelabuhan-pelabuhan laut dan udara di wilayah-wilayah IBT yang berdasarkan nilai ekonomi memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi entreport.
- Kegiatan-kegiatan ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif berdasarkan kekayaan sumber daya alam yang ada harus dikembangkan seoptimal mungkin, di antaranya adalah sektor pertanian dan sektor industri manufaktur. Setiap daerah/provinsi IBT harus berspesialisasi dalam suatu kegiatan ekonomi yang sepenuhnya didasarkan pada keunggulan komparatif yang dimiliki oleh masing-masing daerah atau provinsi.
- Pembangunan ekonomi di IBT harus dimonitori oleh industrialisasi yang dilandasi oleh keterkaitan produksi yang kuat antara industri manufaktur dan sektor-sektor primer, yakni pertanian dan pertambangan.
Teori dan Model Analisis Pembangunan
Ekonomi Daerah
Ada beberapa teori yang menerangkan
tentang pembangunan daerah yaitu:
1. Teori Basis Ekonomi
Teori basis ekonomi menyatakan bahwa
faktor penetu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan
langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Proses produksi di
sektor industri di suatu daerah yang menggunakan sumber daya produksi(SDP)
lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku, dan output-nya diekspor
menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan perkapita, dan
menciptakan peluang kerja di daerah tersebut.
2. Teori Lokasi
Teori lokasi juga sering digunakan
untuk penentuan atau pengembangan kawasan industri di suatu daerah. Inti
pemikiran teori ini didasarkan pada sifat rasional pengusaha/perusahaan yang
cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin.
Oleh karena itu, pengusaha akan memilih lokasi usaha yang memaksimumkan
keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha/produksinya, yakni lokasi yang
dekat dengan tempat bahan baku dan pasar.
3. Teori Daya Tarik Industri
Menurut Kotler dkk. (1997), ada
beberapa faktor penentu pembangunan industri di suatu daerah, yang terdiri atas
faktor-faktor daya tarik industri dan faktor-faktor daya saing daerah.
a. Faktor-faktor daya tarik industri
antara lain:
- Nilai Tambah yang Tinggi per Pekerja (Produktivitas). Ini berarti industri tersebut memiliki sumbangan yang penting tidak hanya terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, tetapi juga pembentukan PDRB.
- Industri-industri Kaitan. Ini berarti perkembangan industri-industri tersebut akan meningkatkan total nilai tambah daerah atau mengurangi “kebocoran ekonomi” dan ketergantungan impor.
- Daya Saing di Masa Depan. Hal ini sangat menentukan prospek dari pengembangan industri yang bersangkutan.
- Spesialisasi Industri. Sesuai dasar pemikiran teori-teori klasik mengenai perdagangan internasional, suatu daerah sebaiknya berspesialisasi pada industri-industri di mana daerah tersebut memiliki keunggulan komparatif sehingga daerah tersebut akan menikmati gain from trade.
- Potensi ekspor.
- Prospek bagi Permintaan Domestik
Dasar pemikirannya untuk memberikan
suatu kontribusi yang berarti bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah
melalui konsumsi lokal.
b. Faktor-faktor penyumbang pada
daya tarik industri dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok (Kotler dkk., 1997),
yakni sebagai berikut.
1. Faktor-faktor Pasar
Faktor-faktor ini antara lain ukuran
pasar, ukuran segmen kunci, laju pertumbuhan pasar, keragaman pasar, kepekaan
terhadap harga dan faktor eksternal, siklus dan musim dan kemampuan tawar
menawar.
2. Faktor-faktor Persaingan
Faktor-faktor ini antara lain
tingkat pemusatan, substitusi disebabkan oleh progres teknologi, tingkat dan
jenis integrasi, dan entry ratesdan exist rates.
3. Faktor-faktor Keungan dan Ekonomi
Faktor-faktor ini antara lain ilai
tambah, kesempatan kerja, keamanan, stabilitas ekonomi, pemanfaatan kapasitas
produksi, skala ekonomis, dan ketersediaan infrastruktur keuangan.
4. Faktor-faktor Teknologi
Faktor-faktor ini antara lain
kompleksitas, diferensiasi, paten dan hak cipta, dan teknologi proses
manufaktur yang diperlukan.
Berdasarkan pemikiran Doz dan
Prohaald (1987), keunggulan kompetitif yang ada atau yang potensial dari suatu
daerah yang menentukan kemampuan industri di daerah tersebut tergantung
pada:
- Daya saing faktor-faktornya yakni, kekuatan relatif faktor-faktor produksinya yang mencakup sumber daya fisik, sumber daya manusia dan teknologinya.
- Daya saing atau kekuatan relatif perusahaan-perusahaan di daerah tersebut.
Selain itu, menurut Doz dan Prohalad
ketika daya saing faktor-faktor suatu daerah tinggi dan perusahaan-perusahaan
lokalnya sangat kompetitif, maka industri di daerah tersebut akan berkembang
pesat. Apabila daya saing perusahaan-perusahaan yang ada di daerah tinggi,
namun daya saing faktor-faktornya rendah, maka akan timbul tekanan bagi
investasi ke luar daera (outward investment), yakni inbvestasi ke daerah-daerah
lain yang memiliki daya saing faktor yang tinggi atau perusahaan-perusahaan di
suatu daerah rendah, sedangkan faktor-faktor yang dimiliki daerah tersebut
tinggi, maka akan timbul investasi ke dalam (inward investment) untuk
industri-industri di mana perusahaan-perusahaan tersebut berbeda
Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Secara harfiah, otonomi daerah berasal dari kata
otonomi dan daerah. Dalam bahasa Yunani, otonomi berasal dari kata autos
dan namos. Autos berarti sendiri dan namos berarti aturan
atau undang-undang, sehingga dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur
sendiri atau kewenangan untuk membuat aturan guna mengurus rumah tangga
sendiri. Sedangkan daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah.[1]
Pelaksanaan otonomi daerah selain
berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai
implementasi tuntutan globalisasi yang
harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas,
lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan
menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerah masing-masing.
Dasar
hukum
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yg Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.
- Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
- UU No. 31 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
- UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pelaksanaan
otonomi daerah
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan
titik fokus yang penting dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu
daerah dapat disesuaikan oleh pemerintah daerah dengan potensi dan kekhasan
daerah masing-masing.
Otonomi daerah diberlakukan di
Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3839). Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi
daerah[2] sehingga digantikan dengan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437). Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah hingga saat ini telah mengalami beberapa kali perubahan,
terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4844).
Ini merupakan kesempatan yang sangat
baik bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kemampuannya dalam melaksanakan
kewenangan yang menjadi hak daerah. Maju atau tidaknya suatu daerah sangat
ditentukan oleh kemampuan dan kemauan untuk melaksanakan yaitu pemerintah
daerah. Pemerintah daerah bebas berkreasi dan berekspresi dalam rangka
membangun daerahnya, tentu saja dengan tidak melanggar ketentuan
perundang-undangan.[3]
Tujuan
otonomi daerah
Adapun tujuan pemberian otonomi
daerah adalah sebagai berikut:
- Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik.
- Pengembangan kehidupan demokrasi.
- Keadilan nasional.
- Pemerataan wilayah daerah.
- Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
- Mendorong pemberdayaaan masyarakat.
- Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Secara konseptual, Indonesia
dilandasi oleh tiga tujuan utama yang meliputi: tujuan politik, tujuan
administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin diwujudkan melalui tujuan
politik dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya untuk mewujudkan
demokratisasi politik melalui partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Perwujudan tujuan administratif yang ingin dicapai melalui pelaksanaan
otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan pemerintahan antara pusat dan
daerah, termasuk sumber keuangan, serta pembaharuan manajemen birokrasi
pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan ekonomi yang ingin dicapai dalam
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah terwujudnya peningkatan indeks
pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat
Indonesia.[4]
Ciri-ciri
otonomi daerah
Negara Kesatuan
|
Negara Federal
|
Otonomi daerah
|
Setiap daerah memiliki perda
(dibawah UU)
|
Setiap daerah mempunyai UUD derah
yang tidak bertentangan dengan UUD negara (hukum tersendiri)
|
Setiap daerah memiliki perda
(dibawah UU)
|
Perda terikat dengan UU
|
UUD daerah tidak terikat dengan UU
negara
|
Perda terikat dengan UU
|
Hanya Presiden berwenang mengatur
hukum
|
Presiden berwenang mengatur hukum
untuk negara sedangkan kepala daerah untuk daerah
|
Hanya Presiden berwenang mengatur
hukum
|
DPRD (provinsi) tidak punya hak
veto terhadap UU negara yang disahkan DPR
|
DPRD (provinsi) punya hak veto
terhadap UU negara yang disahkan DPR
|
DPRD (provinsi) tidak punya hak
veto terhadap UU negara yang disahkan DPR
|
Perda dicabut pemerintah pusat
|
Perda dicabut DPR dan DPD setiap
daerah
|
Perda dicabut pemerintah pusat
|
Sentralisasi
|
Desentralisasi
|
Semi sentralisasi
|
Bisa interversi dari kebijakan
pusat
|
Tidak bisa interversi dari
kebijakan pusat
|
Bisa interversi dari kebijakan
pusat
|
Perjanjian dengan pihak asing/luar
negeri harus melalui pusat
|
Perjanjian dengan pihak asing/luar
negeri harus melalui pusat
|
Perjanjian dengan pihak asing/luar
negeri harus melalui pusat
|
APBN dan APBD tergabung
|
APBD untuk setiap daerah dan APBN
hanya untuk negara
|
APBN dan APBD tergabung
|
Pengeluaran APBN dan APBD dihitung
perbandingan
|
Pengeluaran APBN dan APBD dihitung
pembagian
|
Pengeluaran APBN dan APBD dihitung
perbandingan
|
Setiap daerah tidak diakui sebagai
negara berdaulat
|
Setiap daerah diakui sebagai
negara berdaulat dan sejajar
|
Setiap daerah tidak diakui sebagai
negara berdaulat
|
Daerah diatur pemerintah pusat
|
Daerah harus mandiri
|
Daerah harus mandiri
|
Keputusan pemda diatur pemerintah
pusat
|
Keputusan pemda tidak ada hubungan
dengan pemerintah pusat
|
Keputusan pemda diatur pemerintah
pusat
|
Tidak ada perjanjian antar daerah
jika SDM/SDA dilibatkan
|
Ada perjanjian antar daerah jika
SDM/SDA dilibatkan
|
Tidak ada perjanjian antar daerah
jika SDM/SDA dilibatkan
|
Masalah daerah merupakan tanggung
jawab bersama
|
Masalah daerah merupakan tanggung
jawab pemda
|
Masalah daerah merupakan tanggung
jawab bersama
|
3 kekuasaan daerah tidak diakui
|
3 kekuasaan daerah diakui
|
3 kekuasaan daerah tidak diakui
|
Hanya hari libur nasional diakui
|
Hari libur nasional terdiri dari
pusat dan daerah
|
Hanya hari libur nasional diakui
|
Bendera nasional hanya diakui
|
Bendera nasional serta daerah
diakui dan sejajar
|
Bendera nasional hanya diakui
|
Hanya bahasa nasional diakui
|
Beberapa bahasa selain nasional
diakui setiap daerah
|
Hanya bahasa nasional diakui
|
BAB 8
PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN
1. Peranan Sektor Pertanian
Menurut Kuznets, Sektor pertanian di LDC’s
mengkontribusikan thd pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4
bentuk:
a.Kontribusi Produkè Penyediaan makanan utk pddk, penyediaan BB untuk
industri manufaktur
spt industri: tekstil, barang dari kulit, makanan & minuman
b.Kontribusi Pasarè Pembentukan pasar domestik utk barang industri &
konsumsi
c.Kontribusi Faktor ProduksièPenurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, maka
terjadi transfer surplus modal & TK dari
sector pertanian ke Sektor lain
d.Kontribusi
Devisaè
Pertanian sbg sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (NPI) melalui
ekpspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor.
Kontribusi
Produk.
Dalam
system ekonomi terbuka, besar kontribusi produk sector pertanian bisa lewat
pasar dan lewat produksi dg sector non pertanian.
§ Dari sisi pasar,
Indonesia menunjukkan pasar domestic didominasi oleh produk pertanian dari LN
seperti buah, beras & sayuran hingga daging.
§ Dari sisi keterkaitan
produksi, Industri kelapa sawit & rotan mengalami kesulitan bahan baku di
dalam negeri, karena BB dijual ke LN dengan harga yg lebih mahal.
Kontribusi
Pasar.
Negara
agraris merup sumber bagi pertumbuhan pasar domestic untuk produk non pertanian
spt
pengeluaran petani untuk produk
industri (pupuk, pestisida, dll) & produk konsumsi (pakaian,
mebel, dll)
Keberhasilan
kontribusi pasar dari sector pertanian ke sector non pertanian tergantung:
§ Pengaruh keterbukaan
ekonomiè Membuat pasar sector non pertanian tidak
hanya disi dengan produk domestic, tapi juga impor sbg pesaing, shg konsumsi yg
tinggi dari petani tdk menjamin pertumbuhan yg tinggi sector non pertanian.
§ Jenis teknologi
sector pertanianè Semakin moderen,
maka semakin tinggi demand produk industri non pertanian
Kontribusi Faktor Produksi.
F.P yang dapat dialihkan dari sector
pertanian ke sektor lain tanpa mengurangi volume produksi pertanianè Tenaga kerja dan Modal
Di
Indonesia hubungan investasi pertanian & non pertanian harus ditingkatkan
agar
ketergantungan
Indonesia pada pinjaman LN menurun. Kondisi yang harus dipenuhi untuk
merealisasi
hal tsb:
§ Harus ada surplus
produk pertanian agar dapat dijual ke luar sectornya. Market surplus ini harus
tetap dijaga & hal ini juga tergantung kepada factor penawaran è
Teknologi, infrastruktur & SDM dan factor permintaan è
nilai tukar produk pertanian & non pertanian baik di pasar domestic & LN
§ Petani harus net saversè Pengeluaran konsumsi oleh petani < produksi
§ Tabungan petani > investasi sektor pertanian
Kontribusi
Devisa.
Kontribusinya
melalui :
§ Secara langsungè
ekspor produk pertanian & mengurangi impor.
§ Secara tidak langsungè
peningkatan ekspor & pengurangan impor produk
berbasis pertanian spt tekstil, makanan &
minuman, dll
Kontradiksi
kontribusi produk & kontribusi deviasè
peningkatan ekspor produk pertanian
menyebabkan suplai dalam negari
kurang dan disuplai dari produk impor. Peningkatan ekspor
produk
pertanian berakibat negative thd pasokan pasar dalam negeri. Untuk menghindari
trade
off
ini 2 hal yg harus dilakukan:
§ Peningkatan kapasitas
produksi.
§ Peningkatan daya
saing produk produk pertanian
2. Sektor Pertanian di Indonesia
§ Selama periode 1995-1997è PDB sektor pertanian (peternakan,
kehutanan & perikanan) menurun & sektor lain spt menufaktur meningkat.
§ Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < ouput
sektor non pertanian
§ 1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas.
Rendahnya
pertumbuhan output pertanian disebabkan:
§ Iklimè
kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun
§ Lahanè
lahan garapan petani semakin kecil
§ Kualitas SDMè
rendah
§ Penggunaan Teknologièrendah
Sistem
perdagangan dunia pasca putaran Uruguay (WTO/GATT) ditandatangani oleh 125
negara anggota GATT telah menimbulkan sikap optimisme & pesimisme Negara
LDC’s:
§ Optimisè Persetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya
perdagangan bebas didunia terbebas dari hambatan tariff & non tariff
§ Pesimisè Semua negara mempunyai kekuatan ekonomi yg berbeda. DC’s mempunyai
kekuatan > LDC’s
Perjanjain tsb merugikan bagi LDC’s,
karena produksi dan perdagangan komoditi pertanian, industri & jasa di
LDC’s masih menjadi masalah besar & belum efisien sbg akibat dari rendahnya
teknologi & SDM, shg produk dri DC’s akan membanjiri LDC’s.
Butir
penting dalam perjanjian untuk pertanian:
§ Negara dg pasar
pertanian tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik
dan naik secara bertahap menjadi 5% dlm jk waktu 6 tahun berikutnya
§ Trade Distorting
Support untuk petani harus dikurangi
sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk LDC’s selama 6 tahun
§ Nilai subsidi ekspor
langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun &
volumenya dikurangi 12%.
§ Reformasi bidang
pertanian dlm perjanjian ini tdk berlaku utk negara miskin
Temuan
hasil studi dampak perjanjian GATT:
§ Skertariat GATT
(Sazanami, 1995)è Perjanjian tsb
berdampak + yakni peningkatan pendapatan per tahun è
Eropa Barat US $ 164 Milyar, USA US$ 122 Milyar, LDC’s & Eropa Timur US $
116 Milyar. Pengurangan subsidi ekspor sebesar 36 % dan penurunan subsidi
sector pertanian akan meningkatkan pendapatan sector pertanian Negara Eropa US
$ 15 milyar & LDC’s US $ 14 Milyar
§ Goldin, dkk (1993)è Sampai
th 2002, sesudah terjadi penurunan tariff & subsidi 30% manfaat ekonomi
rata-rata pertahun oleh anggota GATT sebesar US $ 230 Milyar (US $ 141,8 Milyar
/ 67%0 dinikmati oleh DC’s dan Indonesia rugi US $ 1,9 Milyar pertahaun
§ Satriawan (1997)è
Sektor pertanian Indonesia rugi besar dlm bentuk penurunan produksi komoditi
pertanian sebesar 332,83% dengan penurunan beras sebesar 29,70% dibandingkan dg
Negara ASIAN
§ Feridhanusetyawan,
dkk (2000)è Global Trade
Analysis Project mengenai 3 skenario perdagangan bebas yakni Putaran Uruguay,
AFTA & APEC. Ide dasarnya: apa yang terjadi jika 3 skenario dipenuhi
(kesepakatan ditaati) dan apa yang terjadi jika produk pertanian
diikutsertakan? Perubahan yang diterapkan dalam model sesuai kesepakatan
putaran Uruguay adalah:
a. Pengurangan pajak domestic & subsidi
sector pertanian sebesar 20% di
DC’s dan 13 % di LDC’s
b. Penurunan pajak/subsidi ekspor sector
pertanian 36% di DC’s & 24% di
LDC’s
c. Pengurangan border tariff untuk komoditi
pertanian & non pertanian
Liberalisasi perdagangan berdampak negative
bagi Indonesia thd produksi padi & non gandum. Untuk AFTA & APEC,
liberalisasi perdagangan pertanian
menguntungkan Indonesia dg meningkatnya produksi jenis gandum lainnya (terigu,
jagung & kedelai). AFTAèIndonesia menjadi produsen utama pertanian di
ASEANdan output pertanian naik lebih dari 31%. Ekspor pertanian naik 40%.
3. Nilai Tukar Petani (NTP)
Nilai tukarè nilai tukar suatu barang dengan barang lainnya. Jika
harga produk A Rp 10 dan produk B Rp 20, maka nilai tukar produk A thd
B=(PA/PB)x100% =1/2. Hal ini berarti 1 produk A ditukar dengan ½ produk B.
Dengan menukar ½ unit B dapat 1 unit A. Biaya opportunitasnya adalah
mengrobankan 1 unit A utk membuat ½ unit B.
Dasar
Tukar (DT):
§ DT dalam negeriè pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dg mata uang nasional
§ DT internasional / Terms Of Tradeè pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dg mata uang
internasional
Nilai Tukar Petaniè Selisih harga output pertanian dg harga inputnya (rasio
indeks harga yang diterima petani dg indeks harga yang dibayar).
Semakin
tinggi NTPè semakin baik.
NTP setiap wilayah berbeda dan ini
tergantung:
§ Inflasi setiap wilayah
§ Sistem distribusi input pertanian
§ Perbedaan ekuilibrium
pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S)
D>Sè
harga naik & D<Sè
harga turun
Pekembangan
NTP tsb menunjukkan pertani di JABAR & JATENG rugi dan di Yogja & JATIM
untung. Hal ini dsebabkan oleh byk factor termasuk system distribusi pupuk di
Yogya & JATIM lebih baik dari JABAR & JATENG.
4. Investasi di Sektor Pertanian
Investasi
di sector pertanian tergantung :
§ Laju pertumbuhan output
§ Tingkat daya saing
global komoditi pertanian
Investasi:
§ Langsungè Membeli mesin
§ Tdk Langsungè Penelitian & Pengembangan
Hasil penelitian:
§ Supranto (1998)è laju pertumbuhan sektor ini rendah, karena PMDN & PMA serta kerdit yg
mengalir kecil. Hal ini karena resiko lebih tinggi (gagal panen) dan nilai
tambah lebih kecil di sektor pertanian.
Tabel 5.17 Investasi di sektor
pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor
|
1993
|
1994
|
1995
|
1996
|
Pertanian
|
2.735
|
4.545
|
7.128
|
15.284
|
Manufaktur
|
24.032
|
31.922
|
43.342
|
59.218
|
§ Simatupang (1995)è kredit perbankan lebih byk megalir ke sektor non pertanian & jasa
dibanding ke sektor pertanian.
Tabel 5.18 Kredit Perbankan di
sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor
|
1993
|
1994
|
1995
|
1996
|
Pertanian
|
7.846
|
8.956
|
9.841
|
11.010
|
Manufaktur
|
11.346
|
13.004
|
15.324
|
15.102
|
Penurunan
ini disebabkan ROI sector pertanian +/- 15 %,shg tdk menarik.
5. Keterkaitan Pertanian dg Industri
Manufaktur
Salah
satu penyebab krisis ekonomiè
kesalahan industrialisasi yg tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa
laju pertumbuhan sector pertanian (+) walaupu kecil, sedangkan industri
manufaktur (-). Jepang, Taiwan & Eropa dlm memajukan industri manufaktur
diawali dg revolusi sector pertanian.
Alasan
sector pertanian harus kuat dlm proses industrialisasi:
§ Sektor pertanian kuatè pangan terjaminè tdk ada laparèkondisi sospol stabil
§ Sudut Permintaanè Sektor pertanian kuatè pendapatan riil perkapita naikè permintaan oleh petani thd produk industri manufaktur naik berarti
industri manufaktur berkembang & output industri menjadi input sektor
pertanian
§ Sudut Penawaranè permintaan produk
pertanian sbg bahan baku oleh industri manufaktur.
§ Kelebihan output siktor pertanian digunakan sbg sb investasi sektor
industri manufaktur spt industri kecil dipedesaan.
Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor
pertanian dam industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat
bergantung kepada barang impor.
Soal dan jawaban dari BAB 5(PDB,
PERTUMBUHAN DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI):
1. Manakah yang
paling tepat rumus pada PDB….
a.
PDB = C - I - G - (X+I)
b.
PDB = C + I + G + (X-I)*
c. PDB
= C – I + G – (X-I)
d. PDB
= C + I – G + (X+I)
2. Ada berapakah faktor yang menentukan
terjadinya perubahan struktur ekonomi…..
a.
5
b.
7
c.
8*
d.
6
3. Perhatikan pernyataan tentang pembangunan ekonomi berikut
ini!
1. Distribusi pendapatan nasional masih
timpang.
2. Pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan.
3. Penyerapan tenagakerja masih rendah.
4. Perekonomian tidak mengalami banyak
guncangan.
5. Terbuka kesempatan kerja yang luas bagi
angkatan kerja
Pernyataan yang merupakan keberhasilan pembangunan ekonomi adalah...
a. 1),2),dan 3)
b. 1),3),dan 4)
c. 2),3),dan 4)
d. 2),4),dan 5)*
4. Kesempatan yang tersedia bagi
masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi yang menjadi sumber pendapatan bagi
yang melakukan kegiatan ekonomi atau keadaan yang menggambarkan terjadinya
suatu pekerjaan dimasyarakat adalah pengertian dari ….
a.
Lapangan
kerja
b.
Tenaga kerja
c.
Kesempatan kerja*
d.
Pusat tenaga kerja
5. Salah satu dampak pengangguran terhadap
kegiatan ekonomi adalah, kecuali ….
a.
Pendapatan
nasional akan naik jika terjadi peningkatan produktivitas tenaga kerja*
b.
Pengangguran
secara tidak langsung berkaitan dengan pendapatan nasional
c.
Tingginya
jumlah pengangguran akan menyebabkan turunnya gross domestic product
d.
Struktur
perekonomian terganggu oleh tingginya pengangguran
Soal dan jawaban dari BAB 6(KEMISKINAN
DAN KESENJANGAN):
1. Hal yang
tidak mungkin terjadi dalam sistem ekonomi pasar adalah...
a. Monopoli negara
b. Kesenjangan ekonomi
c.
Kreativitas ekonomi masyarakat yang tingi*
d. Monopoli oleh kelompok
masyarakat
2.
Sistem ekonomi harus dapat memecahkan inti masalah ekonomi, yaitu masalah...
a.
Pengangguran dan Inflasi*
b. Tidak terbatasnya
kebutuhan manusia dan terbatasnya alat pemuas kebutuhan
c. Kemiskinan dan
pertumbuhan ekonomi
d. Jumlah dan kuantitas
barang
3.
Darman dan teman-temanya akan mendirikan perusahaan, mereka sekarang sedang
merencanakan perusahaan apa yang akan didirikannya. Hal ini merupakan
masalah...
a.
What
b.
Why *
c.
When
d.
Where
4.
Semua kegiatan ekonomi dilakukan untuk tujuan-tujuan di bawah ini, kecuali...
a. Keinginan untuk
menjadi makmur
b. Keinginan
untuk memperoleh kepuasan*
c. Untuk menyalurkan
barang dari produsen ke konsumen
d. Keinginan berbuat sosial
5.
Salah satu sistem ekonomi Indonesia adalah...
a. Tidak
menghendaki campur tangan pemerintah dalam perekonomian*
b. Sumber ekonomi yang
menyangkut hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
kepentingan rakyat
c. Untuk swasta tidak
boleh berkembang
d. Usaha kegiatan ekonomi
di atur oleh negara
Soal dan jawaban dari BAB 7(PEMBANGUNAN
EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH):
1. Pembangunan ekonomi adalah…A. Segala hal yang berhubungan dengan masalah tenaga kerja dan masalah suatu negara
B. Proses peningkatan kapasitas suatu negara dalam jangka panjang untuk memproduksi berbagai macam produk berupa barang maupun jasa yang diperuntukkan bagi rakyat
C. Usaha untuk menaikkan dan mempertahankan kenaikan pendapatan per kapita dengan tetap memperlihatkan tingkat pertumbuhan penduduk disertai adanya perubahan mendasar dalam struktur ekonomi*
D. Usaha untuk meningkatkan jumlah produksi yang ada di suatu negara dalam jangka panjang
2. Faktor pembangunan ekonomi dilihat dari faktor ekonomi
A. Sumber daya manusia dan Akumulasi modal
B. Sumber daya alam atau tanah dan akumulasi modal*
C. Kemajuan teknologi dan politik
D. Sosial budaya dan Tanah
E. Tanah dan Sumber daya manusia
3. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan ekonomi :
1. Tanah
2. Budaya
3. Kemajuan teknologi
4. SDM
5. Modal
6. Organisasi
7. Politik
Yang merupakan faktor non ekonomi dalam mempengaruhi pembangunan ekonomi adalah …
A. 2, 6 dan 7
B. 2, 4 dan 7*
C. 2, 3 dan 4
D. 1, 2 dan 7
4. Berikut salah satu indikator yang menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi dari indeks kualitas hidup adalah…
A. Tingginya pendapatan per kapita*
B. Tingginya pendapatan nasional
C. Tingginya pertumbuhan penduduk
D. Kesempatan kerja yang rendah
5. Berikut data permasalahan perekonomian :
1. Kemiskinan
2. Keterbelakangan
3. Pengangguran
4. Kesenjangan Penduduk
5. Kemakmuran
6. Kesejahteraan
Yang termasuk masalah pembangunan ekonomi di negara berkembang ditunjukan dengan nomor …
A. 1 2 dan 3*
B. 2 3 dan 4
C. 3 4 dan 5
D. 4 5 dan 6
Soal dan jawaban dari BAB 8(PERKEMBANGAN
SEKTOR PERTANIAN):
1. Selama periode berapakah PDB sector pertanian menurun…
a.
1995-1997*
b.
1994-1996
c.
1995-1998
d.
1995-2000
2. Menurut Kuznets ada beraapa bentuk dalam sector pertanian
di LDC’s terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi….
a.
3
b.
2
c.
1
d.
4*
3. Apa
kepanjangan dari NTP ….
a. Nilai Tanda Pajak
b.
Nilai Tukar Petani*
c. Nilai Tukar Pedagang
d. Nilai Tanda pengunjung
4. Pembentukan
pasar domestic untuk barang industry dan konsumsi pengertian dari…
a. Kontribusi produk
b.
Kontribusi pasar*
c. Kontribusi factor produksi
d. Kontribusi devisa
5. Berapa hal
yang harus dilakukan untuk menghindari trade dalam kontribusi devisa….
a. 3 hal
b. 1 hal
c.
2 hal*
d. 4 hal
0 komentar:
Posting Komentar